Jika kamu mempunyai tanah dan belum memiliki sertifikat hak milik, hati-hati, bisa terjadi sengketa tanah atau konflik dengan pihak lain!
Tanah yang belum bersertifikat hak milik adalah tanah adat yang belum didaftarkan ke Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah pasal 96, mengharuskan masyarakat untuk segera mendaftarkan tanah dengan bukti kepemilikan adat yang dipunya (seperti girik, Letter C, Petuk D, Landrente) paling lama 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah diberlakukan tahun 2021 kemarin.
Sehingga, pada tahun 2026, alat bukti kepemilikan tanah adat sebelumnya seperti girik, tanah petuk-D, letter C, dan landrente sudah tidak berlaku lagi dan tidak dapat digunakan sebagai bukti hak atas tanah. Oleh karena itulah, bukti kepemilikan tanah harus diupgrade menjadi Sertifikat Hak MIlik, jika kamu masih ingin mempertahankan tanah kamu. Simplenya, mulai 2026 bukti kepemilikan tanah yang resmi, berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah Sertifikat Hak Milik.
Apa Saja Jenis Kepemilikan Tanah yang Terdampak?
Surat kepemilikan tanah tradisional yang terdampak adalah:
- Girik: Bukti pembayaran pajak tanah zaman dahulu, yang menunjukkan penguasaan tanah tetapi bukan bukti kepemilikan yang sah.
- Letter C: Buku register tanah adat yang diwariskan secara turun-temurun. Fungsi utamanya adalah bukti penguasaan tanah dari generasi ke generasi. Seperti Girik, Letter C harus dikonversi ke sertifikat untuk diakui secara hukum.
- Petok D: Mirip dengan Girik, dokumen ini digunakan pada masa lalu sebagai bukti pembayaran pajak tanah dan penguasaan, tetapi kini tidak lagi dianggap sebagai bukti kepemilikan tanah. Perlu konversi ke sertifikat hak milik untuk legalitas.
- Landrente: Pajak tanah yang diberlakukan pada masa kolonial Belanda. Istilah ini jarang digunakan dalam konteks legalitas tanah modern.
- Kikitir: Dokumen yang menunjukkan penguasaan tanah terkait pembayaran pajak pada era kolonial. Seperti dokumen tradisional lainnya, perlu dikonversi menjadi sertifikat untuk pengakuan hukum saat ini.
Apa Dampaknya Jika Tidak Mendaftarkan Tanah?
Apabila kamu tidak mendaftarkan tanah menjadi Sertifikat Hak Milik, kamu bisa menghadapi sengketa tanah atau masalah lainnya di masa mendatang, karena kamu dianggap tidak memiliki surat sah atas kepemilikan tanah, jika bukti kepemilikan kamu masih menggunakan girik, letter C, Petuk D, dan Landrente. Dokumen tanah adat seperti yang disebutkan masih tetap sah dan dapat berfungsi hanya sebagai petunjuk dan referensi dalam proses pendaftaran tanah, bukan sebagai bukti kepemilikan.
Oleh karena itulah, kamu harus segera mendaftarkan tanah kamu dan meningkatkan status tanah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) agar menjadi bukti kepemilikan yang sah atas tanah kamu dan untuk melindungi aset. Jika masih menggunakan dokumen tradisional, berisiko disalahgunakan oleh aksi mafia tanah yang memanfaatkan kelemahan dari dokumen tradisional.
Bagaimana Cara Untuk Mendaftarkan Tanah?
Jika kamu ingin mendaftarkan dan meningkatkan status tanah kamu menjadi Sertifikat Hak Milik, kamu bisa mengunjungi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) di wilayah tanah tersebut dan isi formulir serta lengkapi dokumen dan verifikasi dokumen. Kemudian setelahnya melakukan pengukuran dan penerbitan sertifikat.
Pendaftaran tanah dapat memakan waktu yang lama dan proses yang panjang, apabila kamu ingin menghindari proses yang rumit, bisa menghubungi notaris atau firma hukum untuk dibantu mendaftarkan tanah kamu agar lebih cepat dan mudah.
Kesimpulan
Jika kamu ingin mempertahankan hak kepemilikan atas tanah, kamu harus meningkatkan status tanah menjadi SHM jika status tanah kamu sekarang masih menggunakan dokumen tradisional seperti girik, letter c, petuk d, dan sebagainya. CPT Corporate dapat membantu kamu untuk pengurusan pendaftaran status tanah kamu. Apabila masih ada pertanyaan mengenai sertifikat tanah, kamu bisa hubungi CPT Corporate ya!