Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 membawa perubahan besar dalam sistem perizinan berusaha berbasis risiko di Indonesia. Aturan ini menggantikan PP 5/2021 dan memperluas sektor usaha yang wajib melalui mekanisme perizinan. Bagi pelaku usaha lokal, memahami regulasi baru ini sangat penting agar proses pendaftaran perusahaan berjalan lancar dan sesuai hukum.
Pemerintah Indonesia berkomitmen meningkatkan iklim investasi dan mempermudah proses berusaha. Namun, di saat yang sama, regulasi juga ditujukan untuk memastikan kepatuhan, perlindungan lingkungan, serta standar pelayanan publik yang lebih jelas. PP 28/2025 hadir untuk menyempurnakan kerangka perizinan berbasis risiko, sehingga pelaku usaha memiliki kepastian hukum sekaligus kewajiban yang lebih terukur.
Salah satu perubahan penting adalah bertambahnya sektor usaha yang masuk kategori wajib izin. Dari sebelumnya 305 sektor kini menjadi 327 sektor. Beberapa sektor baru tersebut antara lain: ekonomi kreatif, informasi geospasial, metrologi legal, koperasi dan investasi, serta sistem elektronik dan transaksi digital.
Bagi investor asing yang ingin mendirikan Perseroan Penanaman Modal Asing (PT PMA), penting untuk memeriksa apakah sektor usaha yang dipilih termasuk dalam daftar tambahan ini. Jika masuk, maka izin dan dokumen pendukung yang dibutuhkan juga bertambah.
Kerangka perizinan dalam PP 28/2025 masih dibagi ke dalam empat tingkat risiko:
- Risiko Rendah: cukup dengan Nomor Induk Berusaha (NIB)
- Risiko Menengah-Rendah: NIB + Sertifikat Standar (pernyataan mandiri)
- Risiko Menengah-Tinggi: NIB + Sertifikat Standar (terverifikasi)
- Risiko Tinggi: NIB + Izin Usaha
Klasifikasi ini sangat menentukan seberapa kompleks proses pendaftaran perusahaan. Investor asing maupun pengusaha lokal dalam sektor tertentu bisa langsung masuk kategori risiko lebih tinggi, sehingga memerlukan izin tambahan dan waktu proses yang lebih panjang.
Setidaknya ada dua tantangan utama yang dihadapi investor asing dan pengusaha lokal setelah PP 28/2025 berlaku. Pertama, beberapa sektor yang sebelumnya bebas izin kini memerlukan prosedur tambahan. Kedua, pengawasan terhadap kepemilikan asing di sektor berisiko tinggi akan lebih ketat, sehingga izin yang dibutuhkan bisa lebih rumit..
Selain itu, sistem OSS (Online Single Submission) juga diperbarui untuk menilai risiko secara real time. Fitur ini membuat proses lebih transparan, tetapi investor harus lebih teliti dalam menyiapkan dokumen. Regulasi ini juga menegaskan adanya sanksi administratif yang lebih tegas, mulai dari peringatan hingga pencabutan izin. Karena itu, kepatuhan administratif menjadi kunci agar bisnis tetap berjalan tanpa hambatan.
Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga semakin diperkuat. Hal ini membuat pelaku usaha harus memperhatikan aturan di dua level tersebut. Di tengah perubahan ini, banyak perusahaan, terutama PT PMA, memilih menggunakan jasa konsultan hukum dan layanan corporate secretarial agar terhindar dari kesalahan prosedur dan proses pendaftaran perusahaan berjalan lebih efisien.
Salah satu rujukan yang bisa dipertimbangkan adalah CPT Corporate, yang berpengalaman dalam mendampingi investor asing maupun lokal dalam proses pendaftaran perusahaan di Indonesia. Dengan pemahaman mendalam mengenai regulasi terbaru, CPT Corporate dapat membantu analisis klasifikasi risiko, pengurusan izin, hingga penyusunan dokumen sesuai dengan sistem OSS.
PP 28/2025 tidak hanya soal perubahan administratif, tetapi juga strategi pemerintah untuk menyeimbangkan kemudahan berusaha dengan kepastian hukum. Bagi investor asing maupun pelaku usaha lokal, memahami dampak regulasi ini adalah langkah penting sebelum memulai atau mengembangkan bisnis di Indonesia. Dengan strategi kepatuhan yang tepat, perubahan ini bisa menjadi peluang untuk membangun fondasi bisnis yang lebih kokoh.
Butuh panduan lebih lanjut tentang pendaftaran perusahaan di Indonesia? Kunjungi CPT Corporate untuk mendapatkan dukungan profesional yang membantu Anda menavigasi regulasi terbaru.



